Pernah nggak, ada suatu masa dimana kamu begitu menginginkan seseorang atau sesuatu, usaha jungkir balik, nggak dapet-dapet, lalu akhirnya pundung dan bersembunyi di balik kalimat andalan, “kalo jodoh nggak ke mana…“?
Terus, pernah nggak, lagi adem ayem aja, gak ngarep apa-apa, tau-tau seperti diturunkan dari langit, Semesta membiarkan kamu dan harapanmu itu bersilang jalan lagi? Memberi kamu kesempatan lagi untuk menjadikan mimpi-mimpi kamu jadi nyata lagi?
I mean, bukankah itu harapan semua orang? Sesuatu yang kita harapkan tiba-tiba muncul di depan kita tanpa kita harus usaha. Tinggal meyakinkan diri aja bahwa “okay, he’s mine!”
Tapi, kenyataannya nggak semudah itu. Alih-alih bersyukur bahwa apa yang kita inginkan sekarang ada di depan mata, banyak orang yang bukannya langsung mengambil kesempatan itu tapi malah melakukan hal yang justru kurang bermanfaat dan malah membuang waktu. Apa itu?
Over-analisa.
Eh, kenapa ya, kok gue diketemuin lagi sama dia? Ini sebenernya pertanda apa godaan sih? Harusnya gimana, ya? Kalo gue mutusin untuk mengambil kesempatan ini, terus ternyata gue salah gimana? Kalo akhirnya jadi gak hepi gimana?
What ifs.
Lalu, sehari berlalu, untuk mikir. Dua hari, tiga hari. Eh, masih di situ tuh dia. Jangan-jangan emang buat gue nih. Coba liat, ah, kalo besok masih gini juga, I’ll think of something.
Besoknya masih sama tuh keadaannya. Jadi, ya pola pikirnya masih sama. Eh, masih di situ tuh dia. Jangan-jangan emang buat gue nih. Coba liat, ah, kalo besok masih gini juga, I’ll think of something.
Sehari, dua hari, sampe akhirnya datang suatu hari di mana kita menyadari dia pergi. Pergi beneran. Kita udah celingak-celinguk, gak ada. Pergi aja, gak ada bekas. Gak meninggalkan jejak. Kecuali kosong di hati.
Dan, rasa sesal, kenapa kemaren-kemaren nggak mengambil kesempatan itu saat masih sempat.
Dan, rasa sesak, karena mungkin nggak akan lagi bisa ketemu lagi.
Pun, rasa kesal, karena kalau memang gak ditakdirkan untuk jadi milik kita terus kenapa seperti diberi ilusi bahwa dia jatuh dari langit dan seolah-olah, kali ini, bisa beneran buat kita?
Kenyataannya, apa pun yang seolah-olah jatuh dari langit itu tetap perlu usaha dan keberanian dari kita untuk tetep menjaganya. Kalau kita memang mau beneran memilikinya. Gak ada yang namanya kebetulan, maka jelas aja kita harus bertindak untuk memelihara dan menjadikannya kebahagiaan betulan. Seberapapun sederhananya kebahagiaan itu, tapi kalau gak ada usaha, jelas aja gak akan terjadi.
Sedihnya, berandai-andai bukan termasuk usaha. Maju mundur bimbang dalam hati apakah dia bener untuk kita atau bukan, juga gak dihitung sebagai langkah untuk membuat diri kita sendiri senang.
Jadi, lain kali kamu mengalami lagi ada kesempatan yang seperti turun dari langit, anggaplah itu sebagai pertanda. Pertanda bahwa kamu harus bertindak dan menentukan apakah dia akan menjadi bagian hidup kamu atau enggak. Dan, bertindaklah cepat. Karena kesempatan itu bisa jadi nggak kembali lagi.
Sebenernya, ini saya tulis waktu saya kebanyakan mikir dan akhirnya telat memutuskan untuk beli boneka Peeta Mellark-nya Hunger Games yang versi Mattel yang kebetulan dijual sekenannyaaaa.. Hihihi.
Tapiiii… kalo saat kalian baca ini, kalian ingat sesuatu atau, bahkan, seseorang yang ternyata sangat berarti (sampe bisa bikin kepikiran gara-gara tulisan ini doang), then say it, mean it, and don’t ever lose it/him/her again. Good luck!
π
P.S: kalo ternyata yang berhubungan dengan kebahagiaan ini adalah seseorang, HARAP DIINGAT POSTINGAN INI HANYA BERLAKU UNTUK YANG SAMA-SAMA
SINGLE, YAAAAA..
Yang udah kawin, gak boleh kecentilan yaaa… π
Hehehe. Terima kasih. Tulisan ini jadi reminder buat saya.
Hehehe. Semoga berguna ya remindernya.
Duh mbak pernyataan terakhirnya galak amat π₯ π
Iya dong cuy. Harus galak klo soal beginian, wkwkwkkw. Klo menyangkut dobelan’nya orang (alias pasangan), gak bs cm main hati tp kudu realistis π
Hahahaha becullll…
Hahahaha jaga2 ajaaah..