Alkisyah, suatu hari, di lebih dari satu dekade yang lalu (oke, ini membuat gue terlihat bagai sejenis highlander. Tsk.), tersebutlah sepasang mudamudi lagi ngobrolngobrol. Tak lama, terdengar si cowok ketawa dan bilang,
“Hahah. Kamu mau nulis buku? Palingan juga yang bakal beli cuma keluarga sama tementemen kamu doang.”
Obrolan di antara pasangan itu berakhir dan muka si cewek gak enak abisabisan, akibat sedih, malu, bete dan sebagainya.
Needless to say, the girl was me. And the boy was… my then boyfriend heartless. Hahaha.
Pada saat itu, rasanya cukup nyakitin, karena tentunya kita berharap pacar kita akan, setidaknya, ada di pihak kita – seberapa pun konyolnya mimpi yang kita miliki. Gue gak akan pernah lupa katakata itu dan cara dia mengucapkannya, meski gue yakin dia pasti udah gak ingat lagi.
Gue selalu suka menulis. Pada jamannya, semua yang terjadi di harihari gue selalu gue tulis. Kadangkadang, ada kejadiankejadian yang gue ceritakan ulang secara detil, sampai ke percakapannya sekali pun. Sehingga ketika gue baca lagi bertahuntahun mendatang, gue masih inget lagi gimana perasaannya saat itu.
Hari itu, gue gak menulis tentang kejadian itu di diary gue. In fact, garagara kejadian itu, gue sempet berhenti menulis jurnal selama beberapa waktu. Because if your special someone doesn’t think you are good enough, then what’s the point of keeping the dream alive, right? Itu pikiran saya waktu masih jadi ababil. š
Tapi, kemudian, setelah beberapa waktu tanpa menulis, gue ngerasa lost banget. Tentu saja saat itu gue juga punya tementemen yang bisa dicurhatin tapi tetep aja rasanya beda dengan nulis sendiri. Dengan menulis ulang kejadiankejadian harian di jurnal/diary gue, gue bisa sekalian merefleksikan ulang atau dapat jawaban dari pertanyaanpertanyaan gue sendiri.
Pada akhirnya gue kembali menulis untuk diri gue sendiri. Kadang juga bikin puisi. Intinya, gue menulis lagi. Walopun saat itu gue hanya terbatas nulis di diary (yang kemudian semuanya udah dimusnahkan sebelum kawin — bukan karena takut nyimpen memori tapi lebih karena banyak aib š ). Gue juga berteman dengan banyak orang yang bisa menulis dan menulis jauuuuuh lebih baik daripada gue.
(Gue juga kemudian putus sik. But that’s not the point ya? š )
Eniwey. Karena gue temenan dengan orangorang yang mengerti, akhirnya gue sadar kalo masih punya citacita yang sama dan masih berani memimpikan hal itu lagi: menulis dan diterbitkan. Walau enggak tau gimana caranya dan kapan bisa terwujud. I just write and write some more.
Karenanya, bertahuntahun setelahnya, ini semua rasanya masih sureal:
(Maap nih, aku masih noraknorak bergembira š )
Memang sih, baru satu cerita di satu buku yang ditulis ramerame. Tapi buat gue itu berarti banget š
Jadi… kembali ke awal cerita saya tadi: if your special someone doesn’t think you are good enough, then what’s the point of keeping the dream alive, right?
Wrong.
Just keep dreaming and keep making those baby steps to achieve it. You’re gonna get there someday š
Mungkin penting buat kita untuk membuktikan ke orang tertentu bahwa dia salah, tapi lebih penting untuk membuktikan ke diri kita sendiri bahwa kita bisa.
Yuk… samasama berusaha mewujudkan citacita kita. š
Suka kalimat penutupnya š
Well, congratz for the book ^^
aku udah beli loh bukunya š
keren! tapi jumat nyari di gramed daerah jakbar belom ada nih smita….
menantikan “baby2” mu yang lain lahir ya smit,,,,
yeay ga hanya sekedar cita2, selamat ya mba,, duh itu yg difoto pake jaket pink minta dikecup banget
smita, ditunggu ya buku atas namamu sendiri aminnnn š
waaaaa, ga sabar mau beli bukunya aaah š congratz yaaa š eiya, happy new year yaaaa…
congrats nyet!! bangganya luar biasa! one day, klo bikin buku solo, pingu on mars ya ilustrasi and designnya!! *NODONG*